Renungan / Khotbah 1 Petrus 1:17-23, Minggu 4 Mei 2014 (Misericordias Domini).
Introitus :
Tidak seorang pun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan
kepada Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan
nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya (Mzm 49:8,9)
Pembacaan : Yesaya 44:21-24 (Responsoria); Khotbah : 1 Petrus 1:17-23 (Tunggal)
Tema : “Hidupmu Berharga!”
Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus, kalau kita lihat
fenomena kehidupan sekarang, maraknya pembunuhan, pelecehan, penyiksaan
terhadap sesama manusia, memberikan gambaran bagi kita bahwa nilai
manusia itu sungguh tak berharga lagi. Banyak orang demi “tujuan/ambisi”
pribadinya mau mengorbankan nilai “kemanusiaannya” sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang mulia. Dalam artikel “The Paradox of our time “ di
tuliskan we multiplied our possession, but we reduce values” (kita
melipatgandakan harta milik kita, tapi mengurangi nilai kita sebagai
manusia)
Mungkin kita pernah menbaca atau mendengar istilah :”harimau saja tidak
memangsa anaknya sendiri”, ini adalah kritikan pedas bagi manusia yang
“memangsa” siapa saja. Homo homini lupus sungguh membuat nilai manusia
itu tidak layak lagi di sebut sebagai “manusia”…tapi “bi…na…tang.”
Kesengsaraan, penderitaan, diskriminasi, ketertekanan dapat menimbulkan
perasaan dalam diri manusia bahwa dia adalah pribadi yang tidak
dicintai, tidak dikasihi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan bahwa “dia
sungguh tak berharga”. Perasan hidup tak berharga membuat manusia
menjadi pribadi “gampangan/sembarangan” hidup sesuka hatinya seakan
tidak ada yang perlu “dijaga/dilindungi” dalam kehidupannya. Situasi
seperti ini seringkali membuat manusia lebih mengutamakan sikap “cari
aman” dari pada menjalankan kebenaran. Akhirnya dosa menjadi
kenikmatan, menuruti hawa nafsu adalah sebuah kepuasan dan kebahagiaan.
Perasaan seperti ini juga mungkin sangat dirasakan oleh umat Kristen
yang tersebar sebagai orang pendatang di Propinsi Asia Kecil kekaisaran
Romawi. Orang-orang Kristen disebut “pendatang dan perantau”. Meraka
ibarat orang-orang perziarah di dalam dunia yang membenci Yesus, yang
tidak segan-segan menyiksa dan menganiaya bahkan membunuhnya mereka.
Akibatnya banyak orang Kristen lari dari panggilan iman yaitu saling
mengasihi dan hidup kudus. Mereka takut menunjukkan identitas mereka
sebagai pengikut Kristus, yang penting aman.
Petrus mengirimkan surat ini untuk menguatkan orang-orang Kristen, agar
setia dalam iman walaupun menghadapi tantangan yang berat. Mereka
harus saling mengasihi jangan terjebak kepada kehiupan yang egois.
Walaupun hidup dalam lingkungan yang penuh dosa tetapi orang percaya
harus menjaga kekudusan hidup.
Petrus mengingatkan, bahwa Tuhan yang kita sebut “Bapa” tidak memandang
rupa, menghakimi semua orang menurut perbuatannya. Semua orang Kristen
akan menghadapi pengadilan tanpa terkecuali (Pkh. 12:14; Rm.14:12;
1Kor.3:12-15; 2Kor.5:10). Pengadilan itu terjadi saat Kristus kembali
untuk gereja-Nya (Yoh.14:3; 1 Tes. 4:14-17). Yang menjadi hakimnya
adalah Kristus (Yoh.5:22; 2Tim4:8). Dalam penghakiman itu segala sesuatu
akan di singkapkan tidak ada yang tersembunyi, baik : watak kita (Rm.
2:5-11), perkataan kita (Mat.12:36-37), Perbuatan baik kita (Ef. 6:8),
sikap kita (Mat. 5:22), motivasi kita (1Kor. 4:5), kekurangan kasih kita
(Kol.3:18- 4:1) dan pekerjaan dan pelayanan kita (1Kor. 3:13).
Pendeknya setiap orang percaya akan harus mempertanggungjawabkan
kesetiaan dan ketidaksetiaannya kepada Tuhan.
Petrus mengingatkan setiap orang percaya, harus memiliki “rasa takut”
ketika dia hidup menumpang di dunia ini. Kata “menumpang” mengandung
makna bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara (bukan tempat
tinggal yang tetap). Sebagai orang yang “menumpang” haruslah
pintar-printar menempatkan diri, karena sebagai “penumpang” sering kali
di curigai, diperhatikan setiap tindak-tanduknya, dicari-cari
kesalahannya (kelemahannya). Di dalam 2 Pertus 3:13, dikatakan
“siapakah yang berbuat jahat terhadap kamu jika kamu rajin dan berbuat
baik?”. Dalam kehidupan ini benyak juga penderitaan menimpa kehidupan
disebabkan “prilaku” kita yang kurang beretika dan bermoral. Sehinnga
Petrus mengingatkan, jaga si kap kita supaya jangan mengundang kebencian
dan amarah orang lain. Selanjutnya di ayat 14 Petrus mengatakan :
“Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran kamu akan
bahagia…..”
Petrus mengatakan bahwa “rasa takut” sangat dibutuhkan bagi setiap orang
percaya untuk menjaga kekudusan. Dalam Kisah Ananias dan Safira yang
sepakat membohongi Tuhan berakhir pada kematian, yang menimbulkan rasa
takut bagi semua jemaat (Kis. 5:11) peristiwa ini menimbulkan kerendahan
hati dan rasa kagum akan kuasa Tuhan.ingga mereka takut melakukan
kejahatan. Tanpa rasa takut akan Tuhan manusia tidak akan pernah
menghindari dosa. Takut akan Tuhan adalah dasar segala Ilmu pengetahuan
(Ams 1:7) Takut akan Tuhan membuat persekutuan menjadi kuat dan utuh
serta terus bertumbuh (Kis.9:31)
Rasa takut akan Tuhan sebagai wujud ucapan syukur karena sudah “ditebus”
dari hidup yang sia-sia. Istilah “ditebus” sering kita temui di dunia
“pegadaian”, barang yang digadaiakn tidak lagi sepenuhnya menjadi
milik kita, perlu tebusan/bayaran untuk mengembalikan status barang
itu agar menjadi milik kita sepenuhnya. Istilah “dibayar” sering kita
temui di dunia perdagangan, ketika barang sudah di bayar maka pihak
pembayar memiliki “hak penuh” terhadap barang yang di bayar. Di zaman
dulu istilah tebusan seringkali di perhadapken dengan urusan “budak”
seorang budak sering diperlakukan seperti “barang” yang dapat
diperjualbelikan (digadaikan) hidupnya hanya sebatas pekerjaannya, tidak
punya nilai pada dirinya sendiri, hidupnya hanya menunggu kapan dia
sakit…kapan dia tidak sanggup lagi bekerja akan di campakkan
(dilupakan), habis manis sepah dibuang” tidak ada penghargaan atas
pekerjaannya, inilah yang dimaksud dengan hidup yang sia-sia, tidak
punya harapan masa depan.
Manusia di tebus (dibeli/dibayar) dari “tuan” yang tidak memberikan
jaminan hidup di masa akan datang, Kristus membayar dan menubus umatnya,
setiap yang ditebus itu menjadi pribadi yang sangat berharga dan
diberikan jaminan hidup di masa akan datang.
Harga setiap barang disejajarkan dengan tebusannya (bayarannya), Petrus
mengatakan bahwa manusia ditebus bukan dengan barang fana, itu artinya
manusia itu “identik/sejajar dengan kekekalan”. Harga manusia itu jauh
melebihi perak dan emas, walaupun emas dan perak itu adalah barang yang
sangat mahal di mata manusia. Manusia di tebus dengan darah yang mahal.
Darah adalah lambang kehidupan, dengan kata lain manusia sama dengan
kehidupan (kekekalan) karena dengan darah (kehidupan) dia di tebus.
Dengan demikian manusia berhutang nyawa kepada Yesus Kristus yang telah
mengorbankan darah-Nya. Sudah selayaknya manusia memberikan
kehidupannya kepada Kristus yang telah menebusnya.
Manusia di beli dengan harga yang tidak di tawar-tawar, karena hidupnya
memang berharga, ibarat barang daganan dia ada di tempat yang elit
(harga pas) bukan barang yang ada di pasar (barang eceran) yang bisa di
tawar. Ketika manusia di tebus bukan seperti seorang ibu yang belanja di
pasar, yang menawar barang tanpa tending aling-aling. Kalau kita
perhatikan biasa orang menawar barang yang dias sukai, karena kalau dia
enggak suka tidak akan ditawar. Percakapan antara pembeli dab penjual
Pembeli : Berapa harga barang ini
Penjual : Ini murah bu… Cuma 50.000
Pembeli : Lho…kok mahal banget….
Penjual : Ah… enggak memang begini harganya …sesuai dengan mutunya bu
Pembeli : Tadi disana saya tanya, lebih murah dari ini..pada hal barangnya kelihatanya lebih bagus dari ini…
Penjual : Ah kalau begitu beli di sana aja bu…
Senjata tawaran pertama “merendahken nilai barang” enggak berhasil, lalu masuk stratefi yang ke-2
Pembeli : Jadi gimana bisa kurang enggak ?
Penjual : Ah ini udah harga pas bu…sesuai dengan mutunya
Pembeli : Saya punya uang tinggal 50.000, saya beli barang ini tolong kasih aku ongkos pulang…
Penjual : yah ibu …memnag harganya enggk bisa dikorting lagi bu
Strategi ke-2 “merendahkan kemampuan” juga tidak berhasil, baru masuklah straegi ke-3
Pembeli : Bisa kurang enggak ? ( Sambil pergi pelan-pelan meninggalkan penjual..
Dari jauh lalau dia bertetiak) bisa enggak di kurang harganya ?
Yesus membeli manusia tidak dengan harga yang di tawar-tawar, dia tidak
mengemis untuk merendahkan kualitas manusia supaya harganya lebih murah.
Dia tidak mengemis harus merendahakn kemampuan-Nya untuk menebus
manusia, Dia tidak memelas sambil pergi meninggalkan manusia agar dapat
Dia beli, seakan-akan Dia tak butuh.
Mengapa Allah melakukan ini? Inilah yang di sebut dengan Misericordias
Domini, karena di mata Tuhan manusia itu sangat berharga. Inilah tema
khotbah Minggu ini. Ya memang kita sangat berharga di mata Tuhan,
sehingga Dia rela mengorbankan nyawa dan darah-Nya untuk menebus/membeli
kita dari kuasa dosa yang mematikan.
Sebagaimana Tuhan telah “memberikan harga yang mahal” bagi kita, sudah
selayaknya kita juga harus menghargai kehidupan kita. Jangan menjadi
“orang murahan” yang bisa dipermainkan dunia ini, jangan mau
menggadaikan kehidupan kepada dosa yang hanya dapat memberikan
kenikmatan sesaat. Kita bukan menjadi manusia yang “gampangan”
melakukan tindakan dosa “yang murahan”, gampang menyerah, gampang
tersinggung, gampang marah dan putus asa. Hidup kita berharga, mari
kita pertahankan, kita jaga sepanjang kehidupan kita, selama kita
merantau di dunia ini sampai kita mendapatkan tempat tinggal yang abadi.
Tuhan rindu melihat ketaatan sebagai buah penyucian yang Tuhan kerjakan
bagi kehidupan kita. Menjalankan kebenaran sebagai buah “pembenaran”
yang diberikan oleh Tuhan. Rasa syukur oleh karena penebusan Tuhan akan
memampukan kita untuk mengamalkan kasih persaudaraan dengan
sungguh-sungguh dan dengan segenap hati. Kita telah dilahirkan dari
benih yang tidak fana, yaitu firman Allah yang hidup dan kekal. Marilah
kita mengejar hal-hal yang kekal, hindarilah perbutan-perbutan yang
membuat “nilai/harga” kita sebagai manusia menjadi ternoda dan
berkurang. Kita berharga di mata kita, orang lain dan Tuhan…..amin.
Pdt.Saul Ginting,S.Th, M.Div
Tidak ada komentar:
Posting Komentar